AKHLAK TERHADAP KEPADA KEDUA ORANG TUA
AKHLAK TERHADAP KEPADA KEDUA ORANG TUA
Dalam suatu keluarga
keutuhan sangat diharapkan oleh seorang anak, saling membutuhkan, saling
membantu dan lain-lain, dapat mengembangkan potensi diri
dan kepercayaan pada diri anak. Dengan demikian
diharapkan upaya orang tua untuk membantu anak menginternalisasi
nilai-nilai moral dapat terwujud dengan baik.
Keluarga yang seimbang
adalah keluarga yang ditandai oleh adanya keharmonisan hubungan atau relasi
antara ayah dan ibu serta anak-anak dengan saling menghormati dan saling
memberi tanpa harus diminta. Pada saat ini orang tua berprilaku proaktif dan
sebagai pengawas tertinggi yang lebih menekankan pada tugas dan saling
menyadari perasaan satu sama lainnya. Sikap orang tua lebih banyak pada upaya
memberi dukungan, perhatian, dan garis-garis pedoman sebagai rujukan setiap
kegiatan anak dengan diiringi contoh teladan, secara praktis anak harus
mendapatkan bimbingan, asuhan, arahan serta pendidikan dari orang tuanya,
sehingga dapat mengantarkan seorang anak menjadi berkepribadian yang sejati
sesuai dengan ajaran agama yang diberikan kepadanya. Lingkungan keluarga
sangat menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan, sebab di sinilah anak
pertama kali menerima sejumlah nilai pendidikan.
Tanggung jawab dan
kepercayaan yang diberikan oleh orang tua dirasakan oleh
anak dan akan menjadi dasar peniruan dan identifikasi diri untuk
berperilaku. Nilai moral yang ditanamkan sebagai landasan utama bagi anak
pertama kali diterimanya dari orang tua, dan juga tidak kalah pentingnya
komunikasi dialogis sangat diperlukan oleh anak untuk memahami berbagai
persoalan-persoalan yang tentunya dalam tingkatan rasional, yang dapat
melahirkan kesadaran diri untuk senantiasa berprilaku taat terhadap nilai moral
dan agama yang sudah digariskan.
Sentralisasi
nilai-nilai agama dalam proses internalisasi pendidikan agama pada
anak mutlak dijadikan sebagai sumber pertama dan sandaran utama dalam
mengartikulasikan nilai-nilai moral agama yang dijabarkan dalam kehidupan
kesehariannya. Nilai-nilai agama sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan
keluarga, agama yang ditanamkan oleh orang tua sejak kecil kepada anak akan
membawa dampak besar dimasa dewasanya, karena nilai-nilai agama yang diberikan
mencerminkan disiplin diri yang bernuansa agamis.
Di dalam keluarga anak
pertama kali mengikuti irama pergaulan sosial. Suasana seperti ini disebut
dengan situasi domestik, tempat lingkungan pergaulan anak hanya terbatas dengan
sejumlah orang yang terdapat di dalam keluarga tersebut, seperti ibu, ayah,
kakak, adik atau nenek/kakek.
Di dalam keluarga
inilah pertama kali anak terlibat dalam interaksi edukatif. Anak belajar
berdiri, berbicara, bermain, berpakaian, mandi, menyikat gigi dan lain-lain.
Keluarga bertugas meneruskan dan mewariskan sejumlah nilai baik berkaitan
dengan kultural, sosial maupun moral kepada anak-anak yang baru tumbuh di dalam
rumah tangga. Di sini pula anak diajar mengenal siapa dirinya dan
lingkungannya.
Di dalam keluarga,
kebutuhan pribadi anak seperti yang disampaikan oleh Abraham Maslow juga berlangsung.
Pada tahap awal, anak memerlukan kebutuhan dasar seperti makan dan minum,
kemudian meningkat kepada kebutuhan akan kasih sayang dan penghargaan, lalu
meningkat lagi menjadi kebutuhan terhadap keamanan dan kesehatan serta pada
waktunya anak memerlukan self actualization (mencari pemaknaan
terhadap siapa dirinya).
Keluarga juga berperan
menjadi benteng pertahanan dari sejumlah pengaruh yang datang dari luar. Tidak
jarang anak menanyakan sesuatu problem yang datang dari luar yang dia sendiri
canggung untuk menjawab atau mengatasinya. Karena itu, rujukan utama anak adalah
keluarga. Di sinilah diperlukan hadirnya sosok orang tua yang bijaksana dan
memiliki wawasan yang cukup untuk menerangkan kepada anak tentang apa yang
dihadapinya. Dengan demikian, anak tidak mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor
eksternal yang dapat menyesatkan dirinya.
Di samping menjadi
institusi domestik, keluarga juga dapat menjadi institusi sosialisasi sekunder.
Maksudnya adalah bahwa keluarga berperan menghantarkan anak-anak untuk memasuki
wilayah sosial yang lebih besar, seperti lingkungan sosial. Dalam konteks ini,
keluarga menjadi pengatur dan designer anak untuk memilih
lingkungan mana yang tepat dan baik dalam menumbuhkan kepribadian. Keluarga
bertanggung jawab untuk mengarahkan anak-anaknya memasuki lingkungan sosial
yang baik agar anak terhindari dari pengaruh lingkungan yang tidak sehat.
04. AKHLAK TERHADAP
SAUDARA
1. Bergaul dengan mereka dengan cara yang baik. Jika mereka di bawah tangannya
atau dalam pemeliharaannya, maka hendaklah ia diberi makan dari apa yang
dimakannya, membebrinya pakaian dari apa yang ia pakai. (HR. Bukhari).
2. Jika mereka diberi
pekerjaan, maka hendaknya jangan diberi pekerjaan yang mereka tidak mampu
mengerjakannya. (HR. Bukhari).
3. Hendaknya saudara
tua laki-laki berlaku terhadap adiknya, seperti ayah yang mengasihi terhadap
anaknya (HR. Baihaqi).
4. Hendaknya saudara muda memposisikan saudara tua sebagai orang yang
dihormatinya.
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيْرَنَا
“Tidِaklah termasuk golongan kami, orang yang yang tidak
mengasihi anak kecil dari kami dan tidak mengetahui hal orang yang lebih tua
dari kami.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
5. Hendaknya menyambung silaturahim dengan saudara (HR. Bukhari dan Muslim), bukan justru memutuskan tali
persaudaraan karena perkara duniawi, misalnya karena masalah warisan dan
lain-lain.
6. Hendaknya rasa cintanya kepada suadara tidak menyebabkan untuk berbuat
tidak adil kepada orang lain.
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ
عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang
yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu." (QS. An-Nisa’
4:135).
7. Hendaknya tetap
mengingatkan atau menasihatinya jika mereka berbuat maksiat, dengan cara yang
baik dan merendahkan diri (QS. Asy-Syuara 26:214-215).
8. Hendaknya tidak menjadikan saudara sebagai wali, jika mereka lebih
mengutamakan kekafiran atas keimanan.
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا ءَابَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ
إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ
فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُو“Hai orang-orang yanmg beriman, janganlah
kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka
lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan, dan siapa di antara kamu yang
menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. At-Taubah 9:23).
9. Benar-benar berbara’ terhadap saudar-sauadara yang mereka itu benar-benar
menentang Allah dan Rasul-Nya.
لَا
تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ
حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا ءَابَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ
إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak,
anak-anak, saudara-saudara, atau keluarga mereka.” (QS. Al-Mujadalah 58:22)
Akhlak Terhadap Tetangga
ADAB TERHADAP TETANGGA
Memilih Tetangga Sebelum Memilih Rumah (جارقبل
دار)
Tetangga
pada zaman kita sekarang ini, memiliki pengaruh yang tidak kecil terhadap
tetangga di sebelahnya. Karena saling berdekatannya rumah-rumah dan
berkumpulnya mereka dalam flat-flat, kondominium atau apartemen.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan, empat hal
termasuk kebahagiaan, di antaranya tetangga yang baik. Beliau juga menyebutkan
empat hal termasuk kesengsaraan, di antaranya tetangga yang jahat. Karena
bahayanya tetangga yang jahat ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berlindung kepada Allah daripadanya dengan berdoa:
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari tetangga yang jahat di
rumah tempat tinggal, karena tetangga nomaden akan pindah”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umat
Islam untuk berlindung pula daripadanya dengan mengatakan:
“Berlindunglah kalian kepada Allah dari tetangga yang jahat di
rumah tempat tinggal, karena tetangga yang nomaden akan berpindah daripadamu”.
Dalam buku kecil ini, tentu tak memadai untuk menjelaskan secara
rinci tentang pengaruh tetangga jahat terhadap suami istri dan anak-anak,
berbagai gangguan menyakitkan daripadanya, serta kesusahan hidup bersebelahan
dengannya. Akan tetapi dengan mempraktekkan hadits-hadits yang telah lalu (dalam
masalah bertetangga) sudah cukup bagi orang yang mau mengambil pelajaran.
Mungkin di antara jalan pemecahannya yang kongkret, yaitu
seperti yang dipraktekkan oleh sebagian orang dengan menyewakan rumah yang
bersebelahan dengan tetangga jahat tersebut kepada orang-orang yang sekeluarga
dengan mereka, meski untuk itu harus merugi dari sisi materi, karena
sesungguhnya tetangga yang baik tak bisa dihargai dengan materi, berapa pun
besarnya.
Memuliakan Tetangga
Berbuat baik kepada tetangga juga menjadi perhatian serius dalam
ajaran Islam. Perhatikan firman Allah Taala:
وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي
الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ
وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“…Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,.” (An-Nisa:36)
Nabi SAW dalam beberapa hadits mengingatkan kita agar selalu
berbuat baik kepada tetangga, di antaranya adalah:
Ibnu Umar dan Aisyah ra berkata keduanya, “Jibril selalu
menasihatiku untuk berlaku dermawan terhadap para tetangga, hingga rasanya aku
ingin memasukkan tetangga-tetangga tersebut ke dalam kelompok ahli waris
seorang muslim”. (H.R. Bukhari-Muslim)
Abu Dzarr ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Hai Abu
Dzarr jika engkau memasak sayur, maka perbanyaklah kuahnya, dan perhatikan
(bagilah) tetanggamu (H.R. Muslim)
Abu Hurairah berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Demi Allah tidak
beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman. Ditanya: Siapa ya
Rasulullah? Jawab Nabi, “Ialah orang yang tidak aman tetangganya dari
gangguannya” (H.R. Bukhari-Muslim)
Abu Hurairah berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Siapa yang
beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah memuliakan tetangganya. (H.R.
Bukhari-Muslim)
Hak-hak ketetanggaan tidak ditujukan bagi tetangga kalangan
muslim saja. Tentu saja tetangga yang muslim mempunyai hak tambahan lain lagi
yaitu juga sebagai saudara (ukhuwah Islamiyah). Tetapi dalam hubungan dengan
hak-hak ketetanggaan semuanya sejajar:
Berbuat baik dan memuliakan tetangga adalah pilar terciptanya
kehidupan sosial yang harmonis. Apabila seluruh kaum muslimin menerapkan
perintah Allah Taala dan Nabi SAW ini, sudah barang tentu tidak akan pernah
terjadi kerusuhan, tawuran ataupun konflik di kampung-kampung dan di desa-desa.
Beberapa kiat praktis memuliakan tetangga adalah:
1. Sering
bertegur sapa, tanyailah keadaan kesehatan mereka.
2. Berikanlah
kepada mereka sebagian makanan
3. Berikan
oleh-oleh buat mereka, apabila kita bepergian jauh.
4. Bantulah
mereka apabila sedang mengalami musibah ataupun menyelenggarakan hajatan.
5. Berikanlah
anak-anak mereka sesuatu yang menyenangkan, berupa makanan ataupun mainan.
6. Sesekali
undanglah mereka makan bersama di rumah.
7. Berikanlah
hadiah kaset, buku bacaan yang mendorong mereka untuk lebih memahami Islam.
8. Ajaklah
mereka sesekali ke dalam suatu acara pengajian atau majelis ta’lim, atau
pergilah bersama memenuhi suatu undangan walimah (apabila mereka juga diundang)
v Akhlak
kepada Alam
Alam ialah segala sesuatu yang ada di
langit dan di bumi beserta isinya, selain Allah. Allah melalui Al quran
mewajibkan kepada manusia untuk mengenal alam semesta beserta isinya.
Manusia sebagai khalifah diberi kemampuan oleh Allah
untuk mengelola bumi dan mengelola alam semesta ini. Manusia diturunkan ke bumi
untuk membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam seisinya. Oleh karena itu,
manusia mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam sekitarnya, yakni
melestarikannya dengan baik. Ada kewajiban manusia untuk berakhlak kepada alam
sekitarnya. Ini didasarkan kepada hal-hal sebagi berikut :
1. bahwa manusia hidup dan mati
berada di alam, yaitu bumi.
2. bahwa alam merupakan salah satu
hal pokok yang dibicarakan oleh al quran.
3. bahwa
Allah memerintahkan kepada manusia untuk menjaga pelestarian alam yangbersifat
umum dan yang khusus.
4. bahwa Allah memerintahkan kepada manusia untuk mengambil manfaat
yang sebesar-besarnya dari alam, agar kehidupannya menjadi makmur.
Manusia wajib bertanggung jawab terhadap kelestarian
alam atau kerusaakannya, karena sangat
memengaruhi kehidupan manusia. Alam yang masih lestari pasti dapat
memberi hidup dan kemakmuran bagi manusia di bumi. Tetapi apabila alam sudah rusak maka kehidupan manusia menjadi sulit, rezeki sempit dan dapat membawa kepada kesengsaraan. Pelestarian alam ini wajib dilaksanakan oleh semua
lapisanmasyarakat, bangsa dan negara.
Manusia hidup bergantung pada alam sekitar. Mula-mula
mereka hidup secara berpindah-pindah (nomaden) mencari tempat-tempat
yang menyediakan hidup dan makan.
Mereka lalu berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain setelah
bahan makanan habis dan tidak didapat. Namun seiring dengan kemajuan kehidupan
manusia, bukan berarti ketergantungan dan kebutuhannya terhadap alam semakin
berkurang. Mereka tetap membutuhkan alam sekitarnya bagi kemakmuran dan
kesejahteraan hidupnya. Untuk itu, manusia harus menjaga keharmonisan
hubungannya dengan alam dan makhluk di sekitarnya, yaitu dengan cara berakhlak
yang baik kepadanya. Dalam ajaran Islam, akhlak kepada alam seisinya dikaitkan
dengan tugas manusia sebagi khalifah di muka bumi.
وَ إِذْ قَالَ رَبُّكَ
لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّيْ جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيْفَةً قَالُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَن يُفْسِدُ
فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَ نَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَ نُقَدِّسُ لَكَ
قَالَ إِنِّيْ أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ{30}
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui". (QS. Al Baqarah[2] : 30).[4]
Melestarikan
alam semesta
Akhlak
manusia terhadap alam bukan hanya semata-mata untuk kepentingan alam, tetapi
jauh dari itu untuk memelihara, melestarikan dan memakmurkan alam ini. Dengan
memenuhi kebutuhannya sehingga kemakmuran, kesejahteraan, dan keharmonisan
hidup dapat terjaga.[5]
Berakhlak dengan alam sekitarnya dapat dilakukan
manusia dengan cara melestarikan alam sekitarnya sebagai berikut :
1. melarang penebangan pohon-pohon secara liar.
2. melarang perburuan binatang secara liar.
3. melakukan reboisasi
4. membuat cagar alam dan suaka margasatwa.
5. mengendalikan erosi.
6. menetapkan tata guna lahan yang lebih sesuai.
7. memberikan pengertian yang baik tentang lingkungan kepada seluruh
lapisan masyarakat.
8. memberikan sanksi-sanksi tertentu bagi pelanggar-pelanggarnya.
AKHLAK TERHADAP KEPADA KEDUA ORANG TUA
Reviewed by Si pipi tembem
on
Maret 15, 2019
Rating:
Tidak ada komentar